Ina Mencari Cinta

Nama panggilannya Ina. Sejak usia belasan, gadis itu sudah menjadi idola para jejaka yang ada di kampung itu. Berwajah cantik, bentuk tubuh ideal, ramah, dan tahu benar bagaimana beretika membawa diri. Status ayahnya, Pak Maja yang kaya raya makin melengkapi keberuntungan takdir hidupnya. Wajar jika tidak hanya lelaki yang menyukainya, para wanita pun akan sangat menyayangi dan merasa nyaman saat bersama Ina. Tidak sedikit yang bahkan merasa bangga saat orang mendapati dirinya sedang berjalan bersama Ina

Ina sekarang sudah tumbuh dewasa. Namanya makin moncer tidak hanya di kampungnya saja, tetapi bahkan se-Kecamatan. Banyak lelaki yang menyukainya karena Ina juga punya banyak alasan untuk disukai. Lelaki penggila nafsu akan tergoda melihat kecantikannya, lelaki pemuja harta akan menghijau matanya melihat harta keluarganya, lelaki religius akan terpana melihat ke-shalihan-an tindak tanduknya, lelaki penggemar pangkat akan terpesona dengan keahliannya, lelaki pengejar ilmu akan tertarik dengan kepintarannya. Ina mempunyai dunia yang nyaris sempurna.

Tapi Pak Maja adalah bukan orang seperti kebanyakan.  Tidak seperti kebanyakan orang kaya di daerah itu yang gemar mengoleksi mobil, mengoleksi rumah, atau bahkan mengoleksi wanita. Harta Pak Maja sebagain besar diwujudkan dalam bentuk perikanan, perkebunan, persawahan, dan hasil alam lainnya.

Pak Maja adalah seorang hartawan yang dermawan dan arif dalam pemikiran. Sudah banyak pemuda dari berbagai daerah yang datang untuk melamar Ina, dia tolak secara halus, setelah para pelamar tersebut gagal dalam memenuhi standar fit and proper test yang Pak Maja ciptakan. Fit and proper test itu sendiri sebenarnya hanya dalam bentuk wawancara. Tapi dengan sekali wawancara tersebut, Pak Maja sudah bisa mengetahui seberapa serius dan pada tingkatan mana para pelamar itu bisa diandalkan untuk menjadi calon menantunya. Ina sebagai anak yang taat pada orang tuanya, percaya dan menyerahkan sepenuhnya proses seleksi calon suami itu kepada ayahnya yang arif.

Singkat kata, setelah Rizal dan Surya yang konglomerat, Rama yang musikus, dan Ranto yang aparat, semuanya tereliminasi, kini Pak Maja tinggal menyisakan dua kandidat calon suami Ina. Dua orang itu adalah Bowo dan Joko yang sama – sama mempunyai latar belakang sebagai pengusaha.

Keduanya kini terlihat duduk kaku di depan Pak Maja, Ina, dan keluarganya. Bowo terlihat lebih bisa menyembunyikan perasaan hatinya yang bercampur aduk dibalik setelan baju safari dan celana berwarna putih. Garis wajahnya yang keras dan badannya yang tegap nampak jelas cukup menolongnya. Sedangkan Joko yang hari itu memakai setelan kotak-kotak terlihat grogi dan agak kaku kendati tidak dipungkiri dia punya keistimewaan memiliki wajah yang lugu yang mudah menarik simpati orang.

Setelah berbasa basi ala timur, Pak Maja tidak mau bertele- tele. Dia langsung memberikan waktu kepada kedua calon menantunya itu untuk memaparkan apa yang akan dia lakukan jika Ina dikemudian hari resmi menjadi istrinya. Bowo yang mendapat giliran pertama berdehem dan menarik nafas guna menekan rasa yang membuncah di dalam hatinya serta memanfaatkan waktu itu untuk mendapatkan titik ketenangan sebelum kemudian mulai menata suaranya agar terdengar berwibawa dengan harapan dapat mempengaruhi lawan bicaranya.

“Begini Pak Maja, Joko, dik Ina, serta para hadirin sekalian. Saya punya konsep untuk membahagiakan dik Ina lahir batin. Saya akan selalu menafkahinya, selalu membiayai kelanjutan pendidikannya, memenuhi kebutuhan kesehatannya, mendukung usahanya,  melindunginya, dan lebih menyejahterakannya. Dan ini saya lakukan dengan setulus hati, bukan untuk pencitraan saja” Kata Bowo dengan semangat sambil melirik tajam ke Joko pesaingnya.

Pak Maja terlihat manggut – manggut, dan kemudian berpaling ke Joko, sang kontestan selanjutnya. “Silahkan mas Joko, bagaimana visi misi mu ?” tanya Pak Maja sambil tersenyum. Dalam tradisi masyarakat Jawa, panggilan “Mas” yang dilakukan oleh orang tua, itu dianggap sebagai penghormatan.

“Terima kasih Pak Maja, Bowo, dik Ina, dan hadirin sekalian. Saya punya konsep yang tidak banyak berbeda dengan konsep yang sudah disampaikan oleh Bowo tadi. Saya hanya akan menambahkan bahwa agar konsep tadi tidak hanya di awang-awang, saya akan lebih sering meluangkan waktu bersama dik Ina, supaya saya bisa lebih cepat mengenal dan lebih cepat beradaptasi dengan dik Ina. Bahasa gaulnya, saya akan lebih sering blusukan ke hati dik Ina, memahaminya dan kemudian menawarkan solusi – solusi atas permasalahan – permasalahan yang dihadapi dik Ina. Dan saya akan melakukannya tanpa harus melanggar HAM ! Demikian, pak Maja. Terima kasih.” Joko mengakhiri pemaparannya dengan muka lugu yang bercampur tegang.

Pak Maja kembali manggut – manggut. Dan terlihat dia mulai berpikir, membiarkan ruangan menjadi hening. Waktu menjadi terasa seperti berhenti. Tetapi itu tidak berlangsung lama, karena kemudian Pak Maja berdehem dan berdiri. Matanya mengedar memandang satu persatu para hadirin yang ada di ruangan itu, dan kemudian Pak Maja mengambil nafas berat.

“Mas Bowo, Mas Joko, Ina, serta hadirin sekalian yang sangat saya sayangi. Seperti kita tahu bersama, mas Bowo dan Mas Joko ini adalah dua orang yang sudah berhasil melewati tahap – tahap seleksi yang saya dan Ina lakukan, dan kami anggap layak untuk masuk “final”. Walaupun jujur saja, saya pribadi masih merasa belum cukup mengenal secara utuh siapa Mas Bowo siapa Mas Joko, siapa “sebenarnya” Mas Bowo, siapa “sebenarnya” Mas Joko, Apa agenda Mas Bowo, dan apa agenda Mas Joko, siapa pihak-pihak dibelakang Mas Bowo dan siapa pihak-pihak dibelakang Mas Joko.”

“Karena belum mengenalnya kami terhadap beberapa hal mengenai Mas Bowo ataupun Mas Joko, maka sepertinya saya kok masih merasa belum sreg kalau Anda berdua ini pada saat menyampaikan visi misi, lebih sering mengungkap semua pos – pos biaya tapi sama sekali tidak menyinggung pos penerimaan”

“Membahagiakan, menafkahi, membiayai pendidikan, memenuhi kesehatan, mendukung usaha, melindungi, itu semua kan pos – pos biaya, pos – pos pengeluaran. Lha Anda berdua itu dapet duit dari mana, itu kan juga harus dijelaskan. Anda dapet rejeki dari mana itu kan juga harus diumumkan. Mana sanggup Anda berdua membiayai semua yang dijanjikan tadi kalau tidak ada pendapatan”

“Ibarat bicara produksi, Anda berdua ini hanya membicarakan produk jadi, tanpa menjelaskan apa bahan bakunya, menjelaskan output tanpa menggambarkan apa inputnya”

“Ibarat kita membicarakan sebuah negara, Anda berdua bicara tentang program mensejahterakan masyarakat, pendidikan gratis, kesehatan gratis, memajukan ekonomi, meningkatkan kualitas hankam, tapi lupa mengulas tentang pajak selaku pos pendapatan yang membiayai lebih dari 70% APBN. “

70% LEBIH PENDANAAN NEGARA DIBIAYAI OLEH PAJAK lho mas-mas. Dan ini nggak main-main. Pajak terganggu, program kalian akan jadi program abal-abal. Anda lupa membahas bagaimana cara ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, bagaimana menumbuhkan kesadaran membayar pajak pada masyarakat, bagaimana memperbaiki sistem perpajakan yang transparan dan akuntabel, bagaimana meningkatkan kualitas aparat pajak, bagaimana menerapkan reward and punishment yang membangun kinerja, bagaimana menaikkan tax ratio, dan bagaimana melindungi entitas pajak dari politisasi, kriminalisasi, dan intervensi pihak lain”

 “Itu yang pertama. Nah yang ke dua, Cinta itu tentang ikhlas. Dan ikhlas itu tentang siapa yang menerima dan bukan tentang siapa yang memberi. Kalau anda berdua cinta sama Ina, maka tidak ada lagi bahasan tentang kalian, tetapi yang ada adalah bahasan tentang Ina.”

“Artinya, bagi salah satu dari Anda yang tidak terpilih oleh kami, tidak boleh kecewa. Harus legowo. Harus menerima, bahwa Ina akan lebih bahagia jika tidak dengan Anda. Ina akan berjaya jika bukan dengan Anda. Dan Anda harus mendukungnya, karena sekali lagi, ini tentang Ina bukan tentang Anda”

“Sebaliknya, bagi yang terpilih sebagai pasangan Ina, Anda harus punya komitmen. Komitmen tentang bagaimana membawa Ina menjadi Ina yang lebih baik dari Ina yang sekarang. Komitmen atas semua visi – misi yang sudah dijanjikan. Komitmen bukan tentang kekuasaan Anda, tapi tentang kebahagiaan Ina. Komitmen bahwa Bowo tidak ada, Joko tidak ada, yang ada hanya Ina.”

“Itu saja dulu, nah silahkan Anda berdua pulang kembali, dan silahkan datang lagi dengan membawa konsep yang lebih lengkap. Insya Alloh tanggal 9 Juli nanti kami akan tentukan siapa diantara Mas Bowo atau Mas Joko yang akan kami pilih untuk mendampingi Ina”